By:Eful
tanpa kata;
nafasku perlahan mengusir rembulan;
mengarak embun pada daun-daun;
yang enggan sirna karena hangatnya hari;
terdiam dan tertelungkup;
bahwa aku adalah kesalahan;
yang slalu meletakkan dunia di atas ubun-ubunku;
tak tertunduk malu pada ketukan pintu itu;
aku heran;
air mataku sendiri;
tlah menjadi jalan sunyi;
di antara samudera kemenangan;
bahkan coretanku ini;
tak lagi terlihat olehku;
hanya sebuah garis;
berselimut tinta kegelapan;
sejenak tersentak sayap jiwa sang sepi;
aku bersimpuh;
menyobek lembaran kesalahanku;
seperti kerikil yang tak pernah berkurang;
maaf;
ku slalu lupakan-MU;
padahal semua tentangku ini milik-MU;
padahal detik ini pun;
KAU bisa sirnakan tentangku;
maaf;
untukmu yang slalu ku panggil IBU;
ku hanya buatmu terbaring;
bersimbah air mata;
karena melihatku;
padahal;
kau slalu berikan senyuman;
dan nyanyian rindu;
hingga ku terlelap;
maaf;
untukmu yang slalu ku panggil AYAH;
karena ku hanya buatmu mengeluh;
menghela nafas panjang;
saat kau lihat langkahku;
padahal;
kau slalu sembunyikan pilu dengan senyummu;
kau manusia pertama yang ajarkanku;
tentang hidup, kehidupan dan perenungan;
yang lebih berat dari bumi adalah IBU;
yang lebih tinggi dari langit adalah AYAH;
maafkan daku anakmu;
yang tak berguna dalam hidup dan kehidupanmu;
nafasku perlahan mengusir rembulan;
mengarak embun pada daun-daun;
yang enggan sirna karena hangatnya hari;
terdiam dan tertelungkup;
bahwa aku adalah kesalahan;
yang slalu meletakkan dunia di atas ubun-ubunku;
tak tertunduk malu pada ketukan pintu itu;
aku heran;
air mataku sendiri;
tlah menjadi jalan sunyi;
di antara samudera kemenangan;
bahkan coretanku ini;
tak lagi terlihat olehku;
hanya sebuah garis;
berselimut tinta kegelapan;
sejenak tersentak sayap jiwa sang sepi;
aku bersimpuh;
menyobek lembaran kesalahanku;
seperti kerikil yang tak pernah berkurang;
maaf;
ku slalu lupakan-MU;
padahal semua tentangku ini milik-MU;
padahal detik ini pun;
KAU bisa sirnakan tentangku;
maaf;
untukmu yang slalu ku panggil IBU;
ku hanya buatmu terbaring;
bersimbah air mata;
karena melihatku;
padahal;
kau slalu berikan senyuman;
dan nyanyian rindu;
hingga ku terlelap;
maaf;
untukmu yang slalu ku panggil AYAH;
karena ku hanya buatmu mengeluh;
menghela nafas panjang;
saat kau lihat langkahku;
padahal;
kau slalu sembunyikan pilu dengan senyummu;
kau manusia pertama yang ajarkanku;
tentang hidup, kehidupan dan perenungan;
yang lebih berat dari bumi adalah IBU;
yang lebih tinggi dari langit adalah AYAH;
maafkan daku anakmu;
yang tak berguna dalam hidup dan kehidupanmu;
Sebuah puisi yang menggugah nurani cinta yang murni, tanpa birahi!
ReplyDeleteBtw. ini bukan kunjungan nyasar, namun sebuah kunjungan kehormatan demi sebuah persahabatan. Sambil komeng dan menimba ilmu dari blog Anda. Thnx so much, Sohib...
ox kawan..sama2...
ReplyDeletePuisinya sangat bagus Sobat... Kita harus Menghormati Kedua Orang Tua Kita yg telah mendidik dan membesarkan tanpa pamrih..
ReplyDeletePuisi ungkapan seorang anak yang berbakti pada orang tua
ReplyDeletemantaff sobb puisinya jadi kagum nihh
maknyuss..mangtaap wal afiaat.. tanpa cinta langit dan bumi.. lukisan hidup ibarat goresan garis sepi
ReplyDeleteNice Poem
ReplyDelete